Sindrom patah hati
(broken heart syndrome) umumnya lebih sering menyerang perempuan, yaitu
suatu kondisi yang mana otot jantung untuk sementara melemah dan
pembuluh darah tidak dapat merespons secara normal.
Sindrom ini awalnya dikenal sebagai takotsubo cardiomyopathy, tapi saat
ini ada beberapa istilah yang menunjukkan kondisi ini seperti stress
cardiomyipathy atau sindrom balon apikal (apical ballooning syndrome).
Sindrom patah hati biasanya terjadi setelah seseorang terutama kaum
perempuan mengalami peristiwa yang menegangkan atau menyedihkan, seperti
kehilangan pasangan, diagnosis medis yang menakutkan, kehilangan banyak
uang atau faktor psikologis misalnya stres. Namun penyebab pastinya
sampai saat ini belum diketahui dengan pasti.
Gejala yang muncul biasanya mirip dengan serangan jantung seperti nyeri
dada, sesak napas, detak jantung cepat dan lemah. Tapi tidak ada
penyumbatan di pembuluh darah jantung dan tidak mengalami kerusakan yang
permanen, karenanya pasien akan sembuh dalam waktu beberapa minggu.
Kondisi inilah yang membedakannya dengan serangan jantung.
Umumnya tidak ada pedoman dalam menangani sindrom patah hati. Perawatan
yang diberikan mirip dengan serangan jantung sampai dokter mendapatkan
diagnosis yang tepat. Sebagian besar pasien akan tetap di rumah sakit
sampai sembuh.
Untuk memahami sindrom ini, para peneliti melakukan studi yang
melibatkan 12 perempuan dengan sindrom patah hati dalam 6 bulan
terakhir, 12 perempuan yang tidak pernah mengalami sindrom dan 4
perempuan yang pernah mengalami serangan jantung klasik.
"Diketahui perempuan yang mengalami sindrom patah hati memiliki pembuluh
darah yang tidak bekerja secara optimal akibat respons dari hormon
stres yang diterimanya," Dr Amir Lerman, seorang ahli jantung dari Mayo
Clinic di Rochester, seperti dilansir LiveScience, Senin (14/2/2011).
Dr Lerman menuturkan pembuluh darah seharusnya melebar untuk
memungkinkan lebih banyak darah yang mengalir ke jantung. Tapi pada saat
seseorang mengalami hal yang menegangkan, mengejutkan atau stres maka
pembuluh darah menjadi terbatas sehingga mengurangi pasokan darah ke
jantung.
Para peneliti mengungkapkan respons pembuluh darah yang abnormal
terhadap stres bisa berkontribusi memicu sindrom patah hati. Hasil
penelitian ini telah dipublikasikan secara online pada 23 November 2010
dalam Journal of the American College of Cardiology.
Hingga saat ini belum ada terapi yang bisa mencegah terjadinya sindrom
patah hati, tapi satu hal yang penting adalah seseorang harus bisa
mengelola stres dalam hidupnya dengan baik untuk mengurangi potensi
hormon stres merusak jantung.
Taukah Anda, Sindrom Patah Hati,Gejalanya Mirip Serangan Jantung
Sabtu, 07 April 2012
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar